Kamis, 24 Desember 2009

E-Surau, E-Lapau, E-Rantau

Apa yang anda pikirkan?.........bagikan. Tulisan ini semakin akrab didepan kita dan khususnya mereka berusia remaja dan dewasa. deman facebook. twitter dan bentuk jejaring sosial lainnya. Yang telah melanda semua kalangan.

revolusi sedang dan telah melumat kita sebagai manusia dalam kehidupan. Dunia sekarang di gerakkan oleh new wave. ketika berbagai model, prinsip, paradigma lama harus merombak total. web dengan dengan genre 3.0, dimana jarak dan iteraksi dapat dibangun dengan demikian cepat dan mudah. Silaturrahmi mendapatkan tempat yang pas. bertemu muka diantar dinding, bercengkrama di catting room. dan membaca di laman-laman web sambil menuliskannya di laman blog dan catatan facebook.

kalangan bussiness melakukan redefenisi ulang tentang strategi perusahaan. Hermawan kartajaya dalam beberapa kolom di kompas mengulas ada beberaperapa perubahan orientasi bisnis dari model vertikal menuju horizontal. dari one to many menjadi many to many.

sebuah dunia yang datar. dimana kolektivitas dan komunal menempati tempat yang pas khusus bagi indonesia yang menganut kultur kolektivitas dan komunal. Hal ini ditandai dengan banyaknya muncul organisasi berbasis suku, hoby dan juga keyakinan.
Dalam hal ini surau, lapau dan rantau mengalami pergeseran radikal untuk menjadikan eksistensi kemingkabauan sebagai sebuah kolektivitas dan komunal kesukuan. Atau hanya menjadi ngetren dengan berbagai komunitas, seperti I Love Minangkabau, salingka danau maninjau, minangkabau. Menjadikan surau sebagai kekuatan pembentuk karakter dan lapau sebagai penguatan komunitas dan rantau pematangan diri. Hal ini telah dibuktikan oleh beberapa tokoh minangkabau yang sukses besar di rantau.

Kemasa lalu sejenak

Melihat kebelakang adalah mendedah prinsip, nilai dan metode yang menjadikan minangkabau sebagai sebuah entitas kaum terpelajar berkarakter. Metode lampau dengan dinamika keterbatasan telah mampu menciptakan generasi emas. Buya HAMKA, Bung Hatta, Buya Agus Salim, M. Yamin SH. Tan Malaka.

terdapat sebuah siklus yang menjadikan ritme sejarah yakni : surau, lapau dan rantau. Surau adalah tempat bersama belajar tentang pembentukan karakter dan nilai-nilai spiritual-intelektual. Lapau adalah tempat untuk mengasah nilai-nilai emosional-intelektual-komunal. Sedangkan rantau adalah tempat penyemaian bibit yang tumbuh menjadi pohon besar.

Realitas Kekinian

surau sebagai media pembentukan karakter spiritual digantikan oleh lembaga pendidikan modren dengan berbagai kurikulum pemerintahan, kesatuan dan keragaman yang sama. hanya terjadi sebuah transfer knowledge yang tidak mendrive aspek karakter. sisi spiritual di serahkan pada lembaga pendidikan pesantren. Hanya segelintir masyarakat minangkabau yang menyekolahkan anaknya.

dalam dinamika lapau hari ini, lapau telah direduksi dan didikte oleh kekuatan media broadcasting dengan berbagai kegiatan acara, news, film, komedi, sport. Dan tidak menjadi tempat mengasah sisi emosional-intelektual. Lapau direduksi dengan bahasa biasa dan tidak dengan kekuatan analogi atau kata-kata bijak.

berkata-kata tidak mencerminkan, kata mendaki (kato mandaki), kata menurun (kato manurun), kata mendatar (kato mandata) dan kata melengkung (kato malereang) dalam berbagi informasi. Kedua unsur ini menjadi mentah dan tidak memiliki kekuatan pembentuk awal entitas dan identitas keislaman minangkabau pada anak muda.

Karakok madang diulu ba buah ba bungo balun, marantau bujang dahulu di rumah paguno balun. Tradisi merantau hanya menjadi sebauh pelarian dan juga pencarian entitas dan identitas. Bukan tempat penyemaian karakter. Pola rantau adalah menjadi tenaga kerja pada keluarga yang tergolong sukses membangun smal bussiness seperti rumah makan padang, jualan bumbu.

namun yang berlanjut pada pengelollan yang lebih modren dengan kebutuhan SDM mengalami stagnasi pertumbuhan. Anak muda yang merantau adalah mereka yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi atau mereka yang tidak menamatkan sekolah. Jadilah rantau sebagai tempat bertahan hidup dan pelarian di sesaknya tarikan matrealis-kapitalik-gigametropolitan.

New Wave

polarisasi pembentukan ulang budaya minangkabau dengan ikon industri otak. Penerapan khusus urang mudo badarah angek jo barabu kambang mengikuti rangkaian e-surau, e-lapau dan e rantau.

e-surau adalah sebuah tempat pembentukan generasi dengan pola many to many dan share value, history dan pemikiran. Surau virtual dengan kelengkapan informasi menjadikan sebuah magnitude kuat yang siap di implementasikan. Ibarat larva yang siap keluar dari gunung berapi.

e-lapau meruakan bentuk perbincangan yang mengedepankan kemampuan mengasah kecerdasan emosional-intelektual dan dialektika. Dengan hadirnya milis group, gruop facebook. bertukar informasi dengan sekali klik bagikan dan ditanggapi dalam room chatting. Informasi telah bertukar tempat dari one to many dan many to many.
e-rantau. polarisasi rantau di kaitkan dengan lampotan pada pola pemikiran. Tidak pada perpindahan orang. e-rantau menjadikan suasana yang membuat keadaan seseorang mesti berkresi dan survival dalam gempuran e-karyawan, e-bussines, e-investment, e-intelektual.

Dari manakah mesti memulai? dan bagaiman menjadikannya sebagai sebuah gerakan kultural yang massif? Pertama. Kepemimpinan kesadaran. Hal ini membawa kepada suatu visi yang serasa nyata, nampak dan terukur. Dimulai dari beberapa icon pemimpin minangkabau baik dalam akademisi, pemerintahan, ulama, cadiak pandai. Kedua. Kepemimpinan yang cerdas transformatif. Cerdas menjadikan pemimpin berada pada sisi membawa pengaruh dan transformatif menjadikan pemimpin mengilhami perubahan dan menjacapi tujuan. Ketiga. sistem pendidikan. care for excellence menggabungkan konsep surau dalam e-surau yang meliputi metode pesantren dan pendidikan nasional.

penerapan nilai-nilai lapau adalah pada penerapan metode belajar student sebagai subject dan student driven. Keempat. kekuatan sistem finansial. Ketika melakukan perubahan dengan keterbatasan dan melahirkan metode kreatif. Namun disisi lain dibutuhkan penguatan the group SDM berupa guru dan dosen berparadigma new wave. Kelima. sebuah kultur penghargaan. Terjadinya event-event penghargaan akan pencapaian hasil e-surau dan e-lapau dengan penerapan e-rantau.

Bagaimana menurut Anda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar