Jumat, 15 Januari 2010

Antara Riba dan Bagi Hasil


Antara Riba dan Bagi Hasil[1]

Pendahuluan

Ibu surtitejo adalah seorang pedagang kecil di sebuah pasar tradisional. Beliau telah melakoni pekejaanin semenjak sang Bapak pergi tanpa kabar berita. Dagangan sang ibu dalam beberapa bulan terakhir mengalami perkembangan. sang ibu berkeinginan untuk menambah modal usaha. Melihat tabungan yang ada di simpanan sebuah Bank Perkreditan Rakat tidak mencukupi karna untuk biaya kontrak masih kurang sebesar 2 juta rupiah, belum ditambah dengan dagangan untuk memenuhi ruang tempat kios di dalam sana. Total seluruhnya berjumlah 5 juta rupiah. Selama ini meminjam untuk keperluan mendadak sering meminjam kepada bank berjalan. Ketika ada keuntungan sekali-kali menabung dengan petugas yang datang. Dan tak lupa kalau ada pengemis dan juga bakul dari mesjid atau mushalla lewat tetap berinfak. Karna berinfak membuka pintu rezki itulah sebuah perkataan guru yang pernah di dengar oleh sang ibu? Bagaimanahkah siibu mesti bersikap dan mengambil keputusan aakah melanjutkan pinjaman dengan rentenir, atau mengajukan pinjaman ke Bank dengan menggadaikan sertifikat tanah satu-satunya? Sedangkan mesjid dan mushalla hanya penerima infak dan sedekah saja. Disisi lain juga ada Bank yang syari namun bagaimana tata caranya kata teman-teman hampir sama dengan Bank biasa. Pergolakan batin dan keputusan bisnis bergumul di pikiran sang ibu?
Inilah potret sederhana dari kehidupan sebahagian besar pedagang kecil dan mikro bangsa Indoseia yang muslim. Dalam satu sisi terjebak dalam rentenir dan satu sisi ingin keluar.

Tinjauan Seputar Riba

Riba secara bahasa adalah tambahan[i], pertambahan atau pertumbuhan.  Secara defenisi riba adalah tambahan yang diberikan atas sesuatu[ii]. Riba diharamkan Allah pada periode madinah sebelum haji wada’. Merupakan rangkaian akhir dari turunnya wahyu kepada nabi Muhammad saw[iii]. Beberapa ayat menjelasakan tentang riba dan perbedaannya dengan jual beli[iv].
Larangan Islam mengenai riba diserta perintah mengeluarkan Zakat berpengaruh besar terhadap perkembangan teori Islam mengenai uang dan keuangan negara.[v] Imam malik berkata: Pada zaman Jahiliyah, yang dinamakan riba adalah bila pasa suatu ketika seseorang memberikan pinjaman untuk suatu jangka waktu tertentu dan bila periode itu telah habis, sipemberi utang bertanya kepada yang berhutang, apakah ia akan mengembalikan utangnya atay menaikkan jumlahnya. Jika ia membayarnya, akan diterima, kalu tidak maka jumlah utang itu akan dinaikkan dan ia diberi perpanjangan waktu[vi]. Baidawi berkata: “Jika seseorang harus menerima pelunasan utang sesudah waktu yang ditentukan, maka ia akan terus memperbesar piutan itu, sampai seluruh kekayaan sipeminjam habis terisap oleh pinjaman (asal) yang kecil jumlahnya.
perlakuan bunga dan riba adalah sama hanya berlaku pada perbedaan ekses atas modal yang dipinjam. Riba dengan nama bunga yang tidak menubah sifatnya. Modal yang ditanam dalam bank menghasilkan bunga tetap dan tidak mengandung arti kerugian apa pun. Riba dalam Alquran dan bunga pada perbankan modren merupakan dua sisi dari mata uang yang sama.[vii] Dalam kerangka kajian sosial Islami, bunga yang ditetapkan pada modal tidak diperbolehkan menimbulkan dampak yang merugikan ekonomi.

Tinjauan Bagi hasil

Sedangkan bagi hasil adalah terjemahan dari  bahasa arab bernama mudharabah.[viii]  Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis perkongsian, dimana pihak pertama (shabhibul maal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha[ix]. Dalam hal ini terdapat dua orang yang saling mengikat perjanjian. Pertam adalah orang yang mempunyai kelebihan dana yang akan di investasikan. Pada sisi lain terdapat seseorang yang mempunyai usaha namun tidak mencukupi dan mempunyai keahlian untuk menglola usaha.
Menilsik lebih lanjut Imam Sarakasi[x] salah satu pakar perundangan Islam yang dikenal dalam kitabnya “al Mabsut” telah memberikan defenisi mudharabah dan keterangan sebagai beritut. “Perkataan mudharabah adalah diambil daripada perkataan “darb (usaha) diatas bumi”. Orang madinah menamakan dengan “muqarada” dimana perkataan ini diambil dari perkataan “qard” berarti” menyerahkan”. Pemilik midal menyerahkan hak atas modalnya kepada amil (pengguna modal) Mudharabah disebut juga qiradh yang berarti “memutuskan”. Pemilik modal telah memutuskan untuk menyerahkan modalnya untuk digunakan apakah perdangangan atau investasi . Pemilik memutuskan sekalian sebagian dari keuntunganna bagi pihak kedua orang yang berakad qiradh.

Implikasi bunga dan bagi hasil bagi perekonomian

Aristoteles dalam karyanya Politics membandingkan uang dengan ayam betina mandul yang tidak bisa bertelur. Sekeping mata uang tidak bisa beranak uang yang lain. Dalam karyanya Laws, Plato mengutuk bunga.[xi] Bunga adalah kejahatan dalam ekonomi baik dari sisi konsumsi, produksi, distribusi dan investasi. Bunga merupakan rente ekonomi dari sistem kapitalisme.
Kapitaisme sebagai ide dan gagasan di satu sisi dan kapitalisme sebagai fakta social ekonomi di sisi yang lain ternya memiliki kesenjangan (gab) yang sangat besar[xii]. Terdapat sebuah jurang tataran kapitalisme dengan system bunga dan inflasi di satu sisi dengan system ekonomi islam yang menerapkan system bagi hasil. Memandang kapitalisme sebagai ide sistematis yangmampu menyelesaikan sega persoalan ekonomi dan tidak menghiraukan identifikasi atas gagasan dasarnya sebagai awal pemahaman akan memunculkan bias persepsi secara umum. Bias ini telah membuat sebahagian besar ekonom mempercayai dan bahkan menyakini bahwa kapitalisme adalah satu-satunya cara menyelesaikan produksi dan distribusi ekonomi.[xiii]
Krisis keuangan global ternyata menciptakan tangga naik penting bagi perbankan syariah di Ingris dan Eropa. Setelah banyak ketahuan menempatkan uangnya di lembaga-lembaga yang melakukan transaksi derivatif, jutaan nasabah bank konvensional beruapaya menyelamatkan uangnya dari jejering invesatasi ini.[xiv] Perbankan islam adalah tata keuangan yang fair, bagi muslim maupun non muslim” kata Alexander Theocharides, direktur Faisal Finance, Bank Islam pertama di Swiss[xv]

Penutup

Islam sebagai sebuah system ekonomi, membutuhkan sebuah pembuktian emperikal oleh pemeluknya sendiri dan juga oleh intelektual-intelektual muslim dalam segala lini kehidupan. Untuk menjadikan kita ummat terbaik[xvi]


[1] Muhammad yunus, disampaikan dalam latihan kader I



[i] Karim abdullah, Ekonomi Islam dari teori ke praktek
[iii] Yusuf Qardhawi. Halal dan Haram
[iv] Q.S Albaqarah:......)
[v] M. A Mannad. Teori Ekonomi Islam dari teori ke Praktek.
[vi] M.A Mannad. Ibid hal 119
[vii] Opcit hal 121
[viii] Istilah mudharabah merupakan istilah yang laong banyak digunakan oleh bangk-bank Islam. Prinsip ini juga dikenal sebagai “qiradh” atau “muqaradah”
[ix] wiroso, S.E M.B.A. Penghimpunan dana dan distribusi hasil usaha bank syariah. Grasindo Jakarta 2005
[x] dikutib oleh wiroso
[xi] Opcit 121
[xii] Defiyan Cori. Kompas, 18 Agustus 2009
[xiii] Ibit.
[xiv] Bank Islam di Negeri non Muslim. Muamalat Magazine edisi2/TAHUN I/JUNI 2009
[xv] Opcit hal 14
[xvi] Q.S Ali Imaran 110

Tidak ada komentar:

Posting Komentar