Rabu, 06 Januari 2010

Pusat Gravitasi Rezki


Sesungguhnya Allah, malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, sampai semut dalam lubangnya dan ikan dilautan, med’oakan kebaikan untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia (H.R Tarmidzi dan Thabrani)
Banyak persoalan yang membelit pribadi, atau masyarakat. persoalan rezki-dalam arti kata bukan uang-namun semua karunia yang ada, dari waktu, ilmu, peluang dan juga penawaran yang ada. Hari ini persoalan kemiskinan terletak di pundak kaum muslimin. pertanyaan mengapa ini bisa terjadi.
Dalam beberapa penerjemahan dan juga doktrinal dan dogma dinyatakan bahwa rezki itu Allah yang mengatur. Persepsi ini secara dangkal pemahaman membawa bahwa hidup itu pasrah. Ketika kita tidak mampu dan tidak mau maka semua adalah kehendak-Nya.
Sebuah pemahaman yang salah. Kenapa kita miskin dan orang lain kaya itulah takdir Allah. Takdir yang berlaku sesuai degan kakulasi sederhana. Ketika waktu lebih banyak dihabiskan untuk tidur seumpama 8 jam, sedangkan orang lain hanya 6 jam, sisa waktu 2 jam telah dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan akan mempengaruhi dalam hitungan siapa yang akan menjadi kaya dan miskin.
Miskin diakibatkan oleh pilihan. Pilihan itu berupa tidak mencintai ilmu, tidak mau mempelajari ilmu, dan tidak mau mengjarkan sebuah ilmu untuk kebaikan. Alquran menyetir sebuah perilaku yang mengikuti apa yang telah dikerjakan oleh pendahulu untuk tidak mengikuti yang baru dan itu adalah kebenaran (Q.S Albaqarah 170) Sering kita menemui untuk mengikuti sesuatu yang baru, terjadi penolakan, dengan alasan seperti inilah yang pernah dikerjakan oleh pendahulu kami.
Kembali pada persoalan rezki dan juga kemakmuran. ummat islam telah mempunyai sebauh metode yang menjadikan kita adalah orang yang produktif dengan waktu, produktif dalam usaha dan juga sebagai kekuatan distribusi ekonomi.
Belajar dari sejarah yang dilakukan oleh rasulullah setelah membangun mesjid madinah. Beliau membangun pasar anshar dekat mesjid. Pasar adalah bentuk kekuatan ekonomi, ketika menguasai pasar, maka menguasai ekonomi. Hal ini belajar bagaimana rasulullah dahulunya adalah pelaku ekonomi.
Pasar yang dibagun oleh rasul, mempunyai aturan dan juga ketetapan yang apabila dilanggar maka konsekwensi adalah di keluarkan dari pasar. Yang terpenting di sini adalah pelarangan rente ekonomi (riba).
Pasar adalah tanah waqaf kaum muslimin, tidak ada satu pihak manapun mengklaim itu adalah miliknya. Dengan sendirinya terjadi sebuah efiseinsi ekonomi bagi mereka untuk berusaha. Dengan keterbasan modal tidak mesti membeli tanah, namun bisa melakukan kegiatan ekonomi.
Melihat hari ini, kendali ekonomi tidak dipegang oleh kaum muslimin disebabkan oleh berbagai faktor perilaku dan juga pengelolaan keuangan ummat Islam. Pertama, Terjebaknya kita dalam pusaran ekonomi rente. Menabung, meminjam pada lembaga keuangan konvensional yang telah membiayai ekonomi yang tidak berpihak terhadap ummat Islam. Kedua, Bertransaksi dan berjual beli dengan produk yang bukan milik ummat Islam. Hal ini bisa dilihat dari pilihan pembelian barang harian, hampir semua bukan made in ummat Islam. Ketiga, Berbelanja tidak dipasarnya ummat Islam sebagai pengelola dan juga pelaku ekonomi. Keempat, Lemahnya sektor industri yang dipunyai oleh ummat Islam untuk menghasilkan berbagai produk untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan ummat islam. Kelima, Perputaran uang tidak dikendalikan oleh sistem ummat islam dan ummat Islam enggan membelanjakannya dan menginvestasikannya kepada usaha yang dapat membantu ummat islam itu sendiri.
Persoalan diatas bisa diselasikan dengan beberapa pendekatan. Pertama, membuat sebuah institusi sederhana yang bersifat massif bernama Mesjid dan pasar terintegrasi dalam bentuk tanah waqaf. Mesjid menjadi institusi sebuah korporasi yang menggunakan pendekatan distribusi asnaf 8. Mesjid bukan hanya sebai tempat solat an sich, namun bergerak lebih jauh sebagai pusat peredaran keuangan dan pengelolaan keuangan dalam satu kawasan. Kedua, Penghapusan ekonomi rente, baik yang tersistem dan di akui secara Undang-Undang lewat perbankan atau perilaku rentenir dalam pasar. Penghapusan ini dilakukan dengan mendayagunakan surplus ekonomi mesjid. Ketiga, kebijakan pasar yang hanya menjual segala sesuatu dengan kaidah halalan tayyiban.
Untuk menjadi pusat gravitasi rezki, ummat Islam mesti kembali kepada sistem Islam dengan inovasi pengelolaan, amien.
PIM 6 Januari 2010 jam 06.38 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar