Senin, 15 Februari 2010

Laporan Donasi

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.(Q.S Albaqarah; 261)

Alhamdulillah segenap puji dan syukur kehadirat Allah. Shalawat dan salam kepada Baginda Rasulullah saw. Terima kasih kami ucapkan kepada Kaum muslimin dan Muslimat yang telah membantu Baitul Muslimin MUZAKKI dan juga untuk PT. MYANS INSANI SEJAHTERA dengan program Care 100 atas setiap transaksi usaha.

Laporan Penerimaan Donasi.

1. Rumah Sehat & Opotik Herba Syifaau Mumtaz    Rp.   3.100,-
2. Toko Buku INECHA                                          Rp.  15.850,-
3. Trissy Anggraini (transfer antar rekening)              Rp.250.000,-
    Total penerimaan                                                 Rp. 268 950,-

Terima kasih semoga kita menjadi ummat yang mampu bersinergi dalam kebaikan dan ketakqwaan.

Tertanda

Muhammad Yunus

Kamis, 11 Februari 2010

Ringkasan Eksekutif


MESJID CORPORATION

Latar Belakang
Mesjid sebagai institusi ummat yang surplus secara ekonomi tidak mampu menopang ekonomi jamaahnya.
Landasan Berfikir
Surat Attaubah ayat 17-18
Tujuan
Menjadikan mesjid sebagai kekuatan ekonomi yang memberikan nilai lebih dalam pengembangan usaha dan juga sebagai lembaga intermediasi keuangan bebas riba dengan konsep ZISWAF terpadu.
Aspek Pengembangan
1.       Penguatan Aqidah Spiritual
2.       Ekonomi Finansial
3.       Aspek pendidikan
4.       Sosial kemasyarakatan
5.       Kawasan ekonomi terpadu
6.       Membuka lapangan usaha dan kerja
7.       Invesatasi yang di kemas dalam mesjid brotherhood
Tujuan Program
1.       Memakmurkan mesjid lewat kegiatan ekonomi produktif dengan membina masyarakat usaha kecil dan pedagang kaki lima.
2.       Mengentaskan kemiskinan sistematik dengan menghilangkan biaya ekonomi yang diakibatkan oleh system rentenir yang mencekik leher pengusaha kecil dan menengah.
3.       Menjadikan mesjid sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan juga produksi yang spesifik menjadi satu kawasan bisnis terpadu
4.       Meningkatkan kualitas keiman, keilmuan, skill, wawasan lewat kajian-kajian tersistem dan terstruktur.
5.       Membuka lapangan usaha dengan akses modal dan juga jaminan usaha terpadu dan terpola.
6.       Menciptakan lapangan kerja yang berasal dari pembukaan kawasan bisnis terpadu
7.       Menjadikan masyarakat muzakki yang mau dan mampu mengeluarkan zakat.
8.       Menguatkan silaturrahmi dan ukhuwah islamiyah antar mesjid dalam bentuk partnership dan brotherhood.

Target Dan Sasaran
1.       Membebaskan masyarakat sekitar mesjid dari transaksi yang Allah haramkan, kredit dengan system bunga. Penjaman dana taktikal lewat koperasi dan lain sebagainya.
2.       Mesjid menjadi katalisator bagi penciptaan usahawan-usahawan dan juga usaha-usaha yang membuka lapangan pekerjaan.
Bentuk Program
1.       Dana bergulir untuk menopang ekonomi masyarakat bebas riba.
2.       Pemberdayaan masyarakat sekitar mesjid, surau lewat ekonomi kreatif dan pengadaan alat-alat produksi.
3.       Pendampingan masyarakat dalam pembinaan usaha dan penciptaan lapangan pekerjaan
4.       Pelatihan-pelatihan, workshop, seminar

Dari kami
Baitul Muslimin MUZAKKI

Muhammad Yunus, S.E

Sabtu, 06 Februari 2010

Mesjid Institusi Pengemis

Pengalaman kita yang berakumulasi dari berbegai kegiatan-kegiatan kegamaan baik kegiatan pembangunan fisik, kegiatan peringatan dan juga acara-acara sosial telah menjadikan suatu biasa dalam budaya rumah suci bernama mesjid. Berbagai cara dan metode dilakukan, baik dari cara yang paling jadul sampai yang menggunakan metode terbaik dalam bidang presentasi dan juga media massa elektronik, maupun koran.

Mesjid sebagai tempat ibadah bagi pemeluknya telah mengalami berbagai pasang surut peranan dalam kehidupan ummat Islam. Pada zaman pertama di didirikan mesjid oleh Rasulullah mesjid di jadikan sebagai publik servis, sosio-politik, ekonomi, negara dan juga tidak terlepas sebagai pusat pendidikan dan ibadah.

Dalam beberapa perkembangan dalam dinasiti dan kerajaan mesjid menjadi sebuah intitusi yang mendepankan aspek pendidikan dan bukti keagungan sebuah peradaban berlandaskan islam. Namun siklus sejarah ini putus dan menjadikan hari ini sebahagian besar hanya menjadi publik servise untuk ibadah semata.

Ada sebuah ironi yang sangat menyakitkan dan itu adalah fakta di lapangan bahwa kalau ingin kencing dan berak gratis cukup datang ke mesjid dan mushalla. Dan juga tidak jarang menjadi penginapan bintang 1 bagi musafir yang tersesat dan juga beberapa orang yang menjadi kan mesjid sebagai tempat tinggal. Pada aspek tempat tinggal orang tersebut bisa jadi adalah pegawai mesjid, namun tidak tertutu kemungkinan adalah tunawisma dan juga pencari nafkah di kota.

Mesjid sebagai sebuah institusi pelayanan publik membutuhkan dana operasional. Dana operasional tersebut untuk gaji pegawai, biaya kebersihan, pemeliharaan, honor para khatib dan presenter agama, listrik dan air. Dana operasional ini di minta dari jamaah dengan menyediakan kotak amal yang tersedia.

Dalam beberapa penelusuran penulis dana taktis mesjid melebih kebutuhan dari dana operasional mesjid secara peridoe tertentu. Di sebuah kawasan perumahan DPR-RI di bintaro penulis mendapatkan kas mesjid melampaui 70 juta, mesjid di komplek DPR-RI sebanyak 40 juta rupiah. Dan tidak data ini bisa kita akses dalam setipa laporan pada hari jum'at dan juga laporan pada papan pengumuman.

Melihat dari laporan keuangan mesjid dari kacamata disiplin ilmu keuangan maka kinerja keuangan adalah garis biru. Mesjid mampu mencetak laba yang fantastis dengan hanya menyediakan jasa untuk publik servis ummat sholat.

Mengapa mesjid adalah institusi pengemis ada beberapa mentalitas dan budaya yang secara terbiasa kita lakukan sebagai ummat dan juga para pekuka agama. Pertama, penerjemahan tektual dari makna bersedekah yang hanya bergerak dalam cara berfikir materi. maka amat mudah untuk mengumpulkan uang dan juga bahan-bahan bangunan untuk membangun sarana fisik. Mentalitas meminta ini di amini oleh para kiyai yang rentan terhadap auto kritik kritis tentang aspek yang telah dianggap tabu dalam masyarakat. Kedua, Pengurus dalam aspek keilmuan, skill dan juga attitude tidak memeliki disiplin ilmu yang hetorogen dalam lintas ilmu pengetahuan. Ketiga. Pengaruh literatur dan cerita dan budaya yang berkembang, seperti inilah dulu (Qaaluu kama abaauna) yang dalam terminologi Alquran adalah manusia sufahaa. Keempat, Laskar purnawirawan, hampir diatas 80% mesjid di kelola oleh purnawirawan dan pensiuanan yang telah habis masa keemasan produktifitas. Memberikan efek pengembangan yang tidak koheren dengan perkembangan zaman. Kelima. Dukungan penafsiran yang tidak kritis-dialektika-kreatif terhadap nash-nash agama dan juga budaya yang ada. Keenam, Tidak berkembangnya kajian transformasi mesjid yang di komandoi oleh beberapa badan yang diakui dan menyatakan adalah pusat bagi mesjid yang ada.

itu beberpa prespektif yang menjadi latar belakang mesjid insitusi pengemis. Fakta-fakta adalah bahwa ketika mesjid telah surplus maka mesjid tidan melakukan stop untuk meminta atau mengalihkan kepada kegiatan yang memberikan value added (nilai tambah). Bagi sebahagian mesjid telah melakukan hal ini dari kelebihan uang di lakuakn transformasi sistem pengelolaan jamaah dengan menerbitkan buletin dari hasil kajian terstruktur dan itu tidak seberapa dan terdapat hanya di beberapa mesjid saja yang pernah penulis singgahi. Meminta sumbangan untuk pembangunan, kegiatan sosial keagamaan, dan juga kegiatan lainnya yang digunakan menggunakan metode terbaik dan metode klasik.

Ada sebuah fakta ironis lainnya bahwa dana surplus itu di titipkan pada sistem keuangan yang telah nyata haram. Sedangkan tetangga mesjid masih menjadi orang yang masuk sebagai asnaf yang delapan dan terjebak persoalan kemelut keuangan dengan sistem rentenir. Dimanakah peran mesjid yang menjadi solusi persoalan jamaahnya? Maka pesona dan persona mesjid telah pudar dan terhapus dari memori jamaahnya, karna mesjid hanya mampu meminta dan tidak mampu memberi solusi komprehensif.

Dalam beberapa pengalaman penulis yang bergaul di berbagai pasar tradisional, pasar modren, mesjid komplek perkampungan, mesjid persinggahan tepi jalan. Para tetangganya atau pengunjungnya sedikit banyak terlibat dalam usaha yang haram atau subhat dan ikut menyumbangkan dana untuk kegiatan pembangunan dan juga kegiatan mesjid. Maka jadilah mesjid sebuah gado-gado antara halal, haram dan subhat.

Dari ini memberikan efek mesjid kehilangan jamaahnya di beberapa solat, mesjid sebagai tempat mencari nama dan status sosial, korupsi keuangan mesjid, fitnah dan penyingkiran pengurus. Mesjid menjadi sumber penghidupan dan juga berbagai persoalan lainnya sepanjang kehidupan mesjid dan pergantian pengurus mesjid.

Terus bagaimana solusi tentang permasalahan tersebut? Apakah kita akan tetap membiarkan mesjid yang tempat mengagungkan nama Allah menjadi tempat mengemis kepada jamaah atau orang lain di jalan-jalan, sangat amat memalukan. Dalam islam memberi adalah yang terbaik baik secara personal maupun institusi. Dan yang menjadi penerima dan peminta adalah istitusi yang kita ruku dan sujud disana untuk taqarrub ilallah, Nauzubillahi minzalik

Bersambung dalam "Transformasi Mesjid" dan "Mesjid Sosial Responbility" dan "Mesjid Ekonomi Responbility", salam: Muhammad Yunus

Mesjid Social Responbility

Tanggung jawab social adalah topic yang menjadi perbincangan para ahli ekonomi, manajemen dan etika. Mengupas bagaimana dan mengapa perusahaan mesti mempunyai tanggungjawab social. Pembahasan ini dimulai pada tahun 1970 oleh beberapa ahli.

Perusahaan sebagai sebuah usaha yang hidup dari transaksi ekonomi dengan pelanggan. Tumbuh dan berkembang di suatu kawasan yang bernama masyarakat. Memanfaatkan berbagai fasilitas alam untuk menjadian nilai lebih dari segi ekonomi.

Batemen dalam buku Manajemen 1 edisi 7 mendefenisikan “Tanggung jawab social perusahaan (corporate social responbility) adalah kewajiban kepada masyarakat yang ditanggung oleh perusahaan. Perusahaan bertanggung jawab secara social memaksimalkan dampak positif pada masyarakat dan menimalkan dampak negatifnya”.

Sedangkan Prof. Dr Kees Bertens, MSC, dalam buku Pengantar etika bisnis “Tanggung jawab social perusahaan adalah tanggung jawab moral perusahaan terhadap masyarakat. Tanggung jawab social, yang di soroti adalah tanggung jawab moral terhadap masyarakat dimana perusahaan menjalankan kegiatannya, entah masyarakat dalam arti sempit seperti lingkungan di sekitar sebuah pabrik atau masyarakat luas.

Hal ini dari sisi perusahaan, Apakah mesjid mempunyai tanggungjawab social?, bagaimanakah mesjid bertanggung jawab secara sosial, mengapa Mesjid mempunyai tanggung jawab social? Beberapa pertanyaan di atas yang akan di kupas dalam tulisan ini.

Mesjid merupakan institusi agama islam. Ia adalah bagunan pertama yang di bagun oleh Rasulullah SAW. Rasul tidak membangun rumah pribadi beliau ketika sampai di madinah. Beliau mendirikan mesjid Quba dan kemudian mesjid madinah.

Beliau tinggal di mesjid, pada tataran sekarang adalah marbot atau ustad yang mempunyai tanggungjawab menjadi iman, dan memberikan nasehat untuk ummat. Berbalik dengan kondisi sekarang orang yang menjadi pengawai mesjid atau ustad yang bertanggungjawab sebagai imam dan juga membimbing ummat di pandang sebelah mata dalam prespetif tingkatan struktur social kemasyarakatan.

Mesjid pada zaman Rasulullah adalah multifungsi, meliputi seluruh aspek kehidupan. Menacari istana Negara madinah maka datanglah ke mesjid. mencari universitas pendidikan ummat maka datanglah ke mesjid, mencari barat prajurit maka datanglah kemesjid. Mencari pasar dan kekuatan ekonomi carilah ke mesjid. Mencari pengadilan maka datanglah kemesjid.

Namun seriring rentang peradaban Islam yang pernah gilang gemilang namun tidak meninggalkan bentuk tulisan yang memadai di miskinnya budaya literasi kita untuk menggali bagaimana isntitusi ummat ini menjadi pusat segala aktivitas kehidupan. Lima kali sehari kita di seru untuk berkumpul dan melakukan sebuah kegiatan bersama, bernama solat berjamaah.

Tanggungjawab social mesjid adalah bentuk pertanggungjawaban mesjid menjadi kepada jamaahnya dan tetangganya untuk menjadikan kehidupan social lebih baik secara islami, dan menghilangkan perilaku negative social dalam masyarakat.

Tanggungjawab ini meliputi bidang, pengembangan jamaah dan tetangga mesjid berupa;

Pertama. Aspek aqidah spiritual. Hal in sering diimplementasikan dengan khutbah jum’at. Kajian ibu-ibu, remaja dan bapak-bapak. Namun terdapat sebuah kelemahan dalam perencanaan hendak mau bawa kemana aspek ini?

Kedua, Aspek ekonomi. Beberapa mesjid telah mampu mendirikan lembaga amil zakat, infak dan sedekah dan juga koperasi atau BMT. Tidak bisa dimungkiri telah memberikan dampa positif bagi jamaah. Namun hal ini menjadikan sebuah institusi bisnis oriented dan pada tahap pengelolaan mesjid hanya menjadi sumber dari dana yang di putarkan di koperasi atau di BMT.

Ketiga, Aspek social kemasyaraktan dan politik. Hal ini yang hampir tidak terdapat dalam ruang lingkup kinerja pengurus mesjid. Berbeda dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, NGO dan perusahaan lainnya. Mereka mempunyai sistematika, metodologi dan juga relawan yang menjadi pendamping bagi masyarakat untuk mengembangkan dirinya sendiri.

Mengapa hal ini bisa terjadi. Mesjid gagal menjadi institusi pengembangan jamaah dan tetangganya sendiri.

Pertama, Kelemahan sumberdaya manusia pengelola mesjid. Hampir seluruh pengurus mesjid yang penulis pernah temui dalam lapangan adalah orang tua yang masuk dalam kategori purnawirawan, pensiunan yang telah habis masa produktif di perusahaan. Menjadi pengurus mesjid atau mushalla adalah untuk menjadikan diri berarti yang selama ini tidak memberikan konstribusi. Mental dan motifasi inilah yang menjadikan mesjid di huni oleh lascar purnawirawan dan juga termasuk sebuah organisasi Dewan Mesjid Indonesia.

Kedua, Kelemahan kemampuan skill dan pengetahuan. Sebagaian pengurus adalah yang tidak memiliki skill yang mememadi tentang manajemen organisasi, strategi pengembangan dan juga pengetahuan tentang aspek yang melingkupinya. Aktivitas kegiatan tidak terlepas melanjutkan apa yang pernah pengurus dahulu lakukan dan juga kegiatan rutinitas pembangunan.

Ketiga, mesjid hanya menjadi sarana public service untuk sekedar tempat ibadah solat berjamaah. Keputusan ini di ambil oleh pengurus semata. Dalam pengalaman penulis pernah di larang melakukan rapat remaja di dalam mesjid dan juga dukungan yang tidak memihak. Mesjid hanya di jadikan sebuah tempat untuk Buang Air Kecil, Buang Air Besar dan solat berjamaah dengan pengikut lebih banyak tiangnya dari pada jamaahnya di banyak tempat yang penulis pernah temui.

Keempat. Tidak adanya pelatihan berkala dan sistematis serta terstandar bagi pengurus mesjid dan muhsalla yang fi fasilitasi oleh Departemen Agama, MUI, PP DMI, dan ormas lainnya yang mengaku atau menampilkan ciri keislaman.

Kelima. Benturan konflik social pengurus dan juga aspek firkoh-firkoh dalam pemahaman Bergama. Itu mesjid organisasi itu, itu mesjid aliran itu dan sebagainya. Pelambangan ini mengakibatkan mesjid bukan sebagai tempat menyatukan ummat, namun menjadi sumber pemecah ummat dan konflik berkepanjangan.

Keenam, mesjid milik pribadi dan tidak waqaf milik ummat dan masyarakat hal ini sering terjadi mesjid menjadi sumber pendatapan ekonomi sebagai sebuah usaha publik servis.

Sebagai penutup tulisan ini, sudah sepantasnya kita yang hampir setiap hari atau sekali seminggu untuk memberikan infak skill, pengetahuan, waktu dan tenaga untuk menjadikan mesjid dan mushalla mampu menjadi sebuah katalisator kehidupan yang Allah janjikan kita adalah ummat terbaik yang Allah siapkan.

Kalau tidak kita siapa lagi, kalau tidak sekarang kapan lagi, kalau tidak dimulai maka menunggu kapan lagi. Untuk kita yang Allah beri petunjuk. salam