Kamis, 13 Februari 2014

Islamic Cashflow Quadrant dan Ekonomi Komunitas

Dalam pengembangan kekuatan ekonomi untuk menopong ekonomoni komunitas butuh membangun dasar utama struktur ekonomi. Dasar ini berasal dari aktivitas ekonomi komunitas. Bila komunitas bergerak dalam bidang penjualan produk maka ia bisa mulai dalam menyisihkan keuntungan untuk mengembangkan modal awal.

Modal awal ini bisa menjadi wakaf uang untuk tujuan produktif. Kenapa wakaf uang? Uang adalah alat transaksi yang memudahkan untuk membeli dan memutar produk bagi pedagang. Selama ini pedagang sering diserbu oleh pinjaman rentenir yang bekerja efisien dan efektif.

Pengalaman penulis dalam berinteraksi dan berdagang di Jakarta dan berbagai tempat. Para pedagang dengan mudah mengakses dana rentenir dengan tingkat bunga sampai 20% pertransaksi. Jangka waktu pengembalian pun tidak sampai setahun. Biasanya berkisar bulanan dan mingguan. Hal ini mengakibatkan pedagang tidak pernah bisa keluar dari jebakan rentenir.

Kemudian bisakah pedagang keluar dari jebakan ini. Jawabannya bisa. Biasanya pedagang bergabung dalam arisan atau dalam bahasa padang julo-julo yang masing-masing anggota akan mendapatkan jatah. Ada penanggungjawab arisan.

Dalam konteks ini, ada bagian yang disisihkan untuk wakaf mulai 10% sampai 20% setiap pencabutan arisan. Dana ini kemudian menjadi langkah awal untuk pemukukan wakaf uang untuk produktif.

Uang ini kemudian dipinjamkan bagi anggota yang membutuhkan dengan akad qard yang mesti dikembalikan kepada kelompok dengan jumlah yang sama. Sebab ia adalah dana wakaf tunai untuk produktif. Kemudian peminjam bisa berinfak untuk penguatan dana selanjutnya.

Infak ini dibagi menjadi untuk operasional dan juga pemupukan wakaf tunai produktif. Akumulasi ini terus berlanjut dan berkembang dengan secara perlahan bisa menjadi pembelian asset pengembangan yang masih atas akad wakaf produktif.

Sisi manfaat bagi anggota komunitas adalah melaksanakan ibadah dalam bidang ekonomi dan kemudian terbebas dari jebakan rentenir. Untuk memaksimalkan ini bisa dibantu oleh Dana Bergulir Masjid atau Koperasi Jasa Keuangan Syariah.

Dalam konteks Badan Amil Zakat, hal ini bisa menjadi bagian dari pengembangan komunitas pedagang dengan bekerjasama dengan Masjid atau mushalla. Hal ini juga bisa diterapkan untuk penguatan majlis taklim dan pengajian.

Sedangkan untuk akad mudharabah bisa diterapklan dalam bentuk bagi hasil dari penjualan. Hal ini mengacu pada net reveneu sharing. Apabila modal pembelian 10.000.000,-, kemudian keuntungan ditetapkan 30% dari tiap transaksi. Maka Net reveneu sharing bisa ditetapkan 5%. Hal ini membutuhkan catatan penjualan yang rapi. Sedangkan modal akan kembali pada kurun waktu tertentu.

Sedangkan pengembalian modal bisa dicicil dan secara bertahap untuk digulirkan kembali kepada yang membutuhkan.