Jumat, 12 November 2010

Sendiri dalam sunyi

Sebuah kebaikan, memang lebih baik jika dilakukan tanpa diketahui oleh orang lain. Amal-amal ibadah, utamanya yang sunnah, menjadi sangat bernilai bagi kita, jika kita bisa melakukannya tanpa pengetahuan orang lain. Beribadah, bermunajat, mengadu, berdzikir, membaca ayat-ayat-Nya, sendirian. Tanpa orang lain, siapapun. Mengakui kealpaan, memohon ampunan, menyerahkan semua urusan kepada-Nya, sendirian. Tidak ada orang lain, siapapun.

Itu sebabnya, Allah Swt memerintahkan kita mengisi sepertiga malam terakhir, saat paling sunyi, dengan memperbanyak ibadah sunnah dan berdo'a. Soal kesunyian ini, Rasulullah Saw juga mengisyaratkan bahwa do'a seorang Muslim pada saudaranya, di saat sunyi dan tidak diketahui orang lain, cendrung lebih mustajab dan lebih mudah diterima oleh Allah Swt.

Ibnu Athaillah rahimahullah pernah membahas masalah ini lebih jauh dan dalam.Katanya, "kebanggaanmu bila orang lain melihat kelebihanmu adalah bukti ketidakjujuranmu dalam beribadah. Maka kosongkanlah pandangan orang lain terhadap dirimu. Cukup bagimu pandangan Allah terhadap dirimu. Tidak perlu kamu tampil dihadapan mereka agar engkau terlihat di mata mereka," Ibnu Athaillah mengungkapkan sisi-sisi gelap dalam hati seseorang, yang sulig diraba keberadaannya. Ketidakjujuran seseorang dalam beribadah, ternyata bisa dinilai dari persaan bangga atau tidak bila ada orang lain yang melihat kebagusan ibadahnya.

Semoga Allah Swt membukan pintu rahmat dan ampunan-Nya untuk kita semua.

Saudaraku,
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengibaratkan suasana sunyi dan tenang itu sebagai pendingin bagi otak yang menjadi tempat berfikir. Ia mengatakan, "Otak diciptakan dalam keadaan panas (hangat) karena digunakan sebagai tempat untuk berpikir. Karena itu di dalamnya harus ada zat pendingin dan ia butuh tempat yagn tenah, kokoh, bersih dari kotoran dan noda, sunyi dan terhindar dari keramaian dan keributan." Ibnu Qayyim yang menjadi murid Imam Ibnu Taimiyah itu lalu menggaris bawahi bahwa pikiran yang bersih, daya inat yang hebat dan analisa yang tepat itu keluar ketika baan dalam keadaan tenang, tidak terlalu sibut dan terhindah dari goncangan-goncangan yang menyibukkan.

Begitulah saudaraku,
Banyak sekali manfaat yang bisa diperoleh dari beribadah dan melakukan amal kebaikan tapa pengetahuan orang. Para ulama mengatakan bahwa ibadah dan kebaikan yang dilakukan dalam kondsi sunyi, selain bisa lebih memberi kekhusyu'an, lebih meningkatkan keikhlasan, juga bisa mengajarkan kita untuk tidak memiliki sikap banyak bicara dalam bekerja dan beramal. Artinya, amal-amal diwaktu sunyi, mendidik pelakunya untuk lebih banyak bekerja daripada berbicara.

Ada istilah menarik tentang hal ini yang disampaikan oleh Abdul Qadir Al Kailani. Ia mengistilahkannya dengan kalimat ashumtu sindan, yang berarti diamnya rayap. Rayap binatang yang hampir tak pernah berhenti memakan kayu dan membangun rumahnya. Rayap bekerja nyaris tanpa suara, dan tak pernah berhenti. Pekerjaan yang dilakukan rayap, menurut Abdul Qadir Al Kailani, mengajarkan kita bagaimana bersikap gigi dan keseriusan bekerja serta melakukan banyak perubahan tanpa peduli apakah pekerjaannya itu dketahui oleh orang lain ataupun tidak. Perhatikanlah kata-katanya, "yang kuingini dari kalian adalah kerja-kerja tanpa bicara. Itu bisa dilakukan oleh orang yang mengerti dan bekerja karena Allah. Bak binatang rayap yang terus menerus mengerogot, tanpa kata-kata. Ia berjalan diatas bumi. Ia melakukan perubahan dan pergantian. Tapi bumi tuli terhdap kerja-kerja rayap." (Al Fathur Rabbani/36-37).

Saudaraku,
Semoga kita bisa terhindar dari suasana yang merusak upaya kita untuk terus menerus melakukan amal amal shalih. Semoga kita terjaukan dari perilaku yang menghalangi usaha kita dalam menebar kebaikan. Perhatian orang, pembicaraan orang, hingga ujian orang karena kita memiliki kelebihan dan kebaikan dimata mereka, bisa menjadi salah satu pintu fitnah. Karena itulah, para salafushalilh umumnya lebih gemar menjadi orang yang tidak dikenal, tapi memiliki prestasi ibadah dan pengorbanan yang sangat hebat. Mereka lebih senang beramal secara diam-diam dan tidak beritakan orang. Mereka lebih suka menjadi prajurit bayangan yang rela bekorban namun tidak dikethui dan tidak dikenal orang.

Saudaraku,
Hati mirip seperti mata, bisa melihat. Demikian yan dikatakan Syaikh Muhammad Ahmad Ar Rasyid dalam kitab Al Awa'iq. Sebagaimana mata, kemampuan hati dalam melihat berbeda-beda. Ada yang mampu melihat dari jarak yang cukup jauh. Ada pula yang bahkan tidak mampu melihat benda besr yang ada dihadapannya. Begitupun hati, ada yang bisa merasakan kekurangan dirinya yang besar dan banyak. Kekuatan pandangan hati, sangat kuat kaitannya dengan kekuatan pemahaman dan kekuatan cahaya iman di dalamnya. Hati bisa semakin menurun kualitas dan kekuatannya, karena kebodohan ilmu dan redupnya cahaya iman oleh kemaksiatan.

Waspadailah pujian yang bisa menurunkan kualitas hati meraba kekurangan dan aib diri sendiri. Salah satu do'a Ali bin Abi Thalib Ra yang terkenal ketika ia mendapat pujian dari orang lain, adalah: "Ya Allah, janganlah Engkau hukum aku karena apa yang mereka katakan tentang aku. Berikanlah kebaikan padaku dari apa yang mereka sankakan kepadaku. Ampunilah aku karena apa yang tidak mereka ketahui tentang diriku."

Saudaraku,
Mari tenggelam dalam kesunyian. Hanyut dalam keheningan. Mendengarkan setiap tarikan nafas. Merasakan detak dan irama jantung. Bertafakkur, bermunajat, berdo'a, beribadah kepada Allah Swt di waktu sunyi. Saat tak ada orang lain yang mengetahui amal-amal kita. Ketika tak satupun orang yang memperhatikan kita...

Sumber Majalah Tarbaw edisi 86 Th. 5/Rabiuts Tsani 1425H/10 Juni 2004 M