Sabtu, 26 Desember 2009

Iman dan kemudian kafir

Iman dalam makna adalah keyakinan kepada Allah dan Rasul-NYa, lalu tidak bimbang dan berjuang dengan harta dan jiwa di jalan Allah. Panduan adalah Alquran sebagai kalamullah dan Hadist Rasulullah Saw.
Iman tidak akan terhanyut oleh ajakan selain iman. Terbuah oleh kenikmatan dan benda dunia termasuk tubuh dan juga harta benda. Satu-satunya yang menjadi puncak kenikmatan adalah menambatkan hatinya kepad Allah semata.

Kafir dalam pengertian secara tertutup. Komarudin hidayat menjelasakan orang kafir adalah mereka yang tertutup pintu hatinya, pendegaran dan juga penglihatan. Hal ini dikuatkan dalam Surat al Baqarah ayat 6-10 berbunyi:

“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat. Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian," pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.”

Sebuah pandangan kasat mata hampir tiap selesai beberapa perempuan yang melaksanakan solat membuka mukena dan memperlihatkan uaratnya. Pada ketika solat mematuhi aturan dasar tentang bagaimana solat sebenarnya sesuai dengan kaidah aturan solat. Pada saat itu adalah beriman dalam artian terlihat. Kemudian setelah melaksankan solat maka kembali kafir tertutup untuk melanjutkan menutup aurat. Sedangkan solat secara tegas dan gambalang mempunyai efek posistif yakni mencegah dari perbuatan keji (zhalim, aniya) dan mungkar (mengingkari)

Beberapa sisi kehidupan kita juga tidak total dalam beriman dan pada satu sisi kafir. Bermuamalat dalam transaksi harian menggunakan instrument riba. Seperti membeli rumah dengan bunga KPR sekian persen dari perbankan nasional. Pembelian sepeda motor dengan kredit leasing. Membeli perabotan dengan kredit tukang kredit jalanan. Berjualan dimodali dengan pinjaman bank atau rentenir di pasar dengan bunga yang fantastis 20% persekali pinjaman yang diangsur secara harian.

Bagi kalangan professional memperoleh gaji dan bayaran dari kita mencari rizki dengan profesionalitas dan hal itu halal. Dilain sisi kita menggunakan kartu kredit dan berbelanja dengan perusahaan yang lebih banyak terlibat dengan ribawi. Bagi pengusaha membangun usaha halal dan membuka lapangan pekerjaan, namun kebentur dan terlibat dalam penggunaan modal dengan system riba atau bunga. Dan masih banyak lagi bagian-bagian hidup yang kita beriman pada satu sisi dan kita kafir pada sisi yang lain.

Iman bukanlah suatu yang kita butuhkan hanya pada saat beribadah (hablun minallah). Dalam berhubungan denga manusia (habbumminan-nas) iman menjadi guide (panduan). Ketika iman hanya menjadi jembatan pada saat beribadah dan tidak pada berhubungan dengan mansia. Hal ini mempuyai kaki dengan satu kaki pincang. Nauzubillahi minzalik

1 komentar:

  1. Iman harus hidup dimanapun berada baik saat ibadah maupun bermasyarakat, jika iman seseorang memilih-milih tempat belumlah ia beriman (lemah iman ), ia membedakan tempat dan waktu untuk kepentingan nafsunya.

    BalasHapus